POLITIK

 TGB KENA SANKSI

Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) TGH Zainul Majdi atau yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB) sudah yakin atas pilihannya untuk mendukung Presiden Jokowi memerintah 2 periode. Kendati pilihan itu membuat dirinya terancam sanksi oleh Partai Demokrat.
"Sanksi akan tetap ada dan itu akan dibahas Dewan Kehormatan," ujar Waketum PD Syarief Hasan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/7/2018).

TGB merupakan anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat. Namun, Syarief belum bisa menyebutkan apa sanksi bagi TGB.

"Nanti tanya Dewan Kehormatan," kata dia.

Sikap TGB untuk mendukung Jokowi memang tidak mewakili partainya. Dia menyampaikan arah politiknya secara pribadi.

Partai Demokrat yang dipimpin oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memang belum menentukan arah koalisi. Lalu, kenapa partai tersebut langsung menyatakan akan menjatuhkan sanksi untuk TGB?

Karier Politik TGB

Cucu dari tokoh NTB TGH M Zainuddin Abdul Madjid (Tuan Guru Pancor) ini tak mengawali karier politik di Partai Demokrat. Dia justru memulai langkah politiknya di DPR lewat Partai Bulan Bintang (PBB) untuk periode 2004-2008.

Pada tahun 2008, TGB jadi calon gubernur berpasangan dengan Badrul Munir. Dia mendapat tiket dari koalisi PBB dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan menang.

Di tengah jabatannya sebagai Gubernur NTB, TGB menjadi kader Partai Demokrat. Dia terpilih secara aklamasi untuk memimpin PD NTB tahun 2011.

TGB kemudian ikut kontestasi politik daerah di NTB untuk kali kedua pada tahun 2013 berpasangan dengan Muhammad Amin. Kala itu pengusungnya adalah PD, Golkar, PDIP, PPP, PAN, PKB, dan Gerindra.

TGB kini merupakan anggota Majelis Tinggi PD. Namun, dirinya tak datang pada rapat sore ini di kediaman SBY.

"TGB tetap anggota kita, tetap anggota Demokrat. Oh (tidak datang) lagi ada tugas daerah," kata Ketua DPD Demokrat DKI Jakarta Nachrowi Ramli di lokasi, Jalan Mega Kuningan Timur VII, Jakarta Selatan.

Elektabilitas TGB Jelang Pilpres 2019

TGB mendukung Jokowi yang hingga kini belum mengumumkan cawapres untuk 2019. Namun, TGB telah menepis anggapan bahwa dirinya mendapat tawaran jabatan.

"Nggak ada bicara jabatan apapun. Menurut saya, marilah kita membiasakan, walaupun orang mengatakan dalam politik itu transaksional tapi kan juga ada nilai," ucap TGB di lingkungan masjid Istiqlal, Jakarta, Minggu (8/7).

Sebelumnya TGB pernah dinilai berpotensi untuk mendampingi Jokowi. Selain dekat dengan umat Islam, TGB juga sukses sebagai Gubernur NTB 2 periode.

"Ya masih terbuka (peluang), tetapi saat ini karena beliau kemarin sudah memutuskan mengendorse Jokowi, itu berarti peluang dia sebagai cawapres adalah cawapres dari kubu Jokowi karena di kubu non petahana itu kayaknya namanya sudah dicoret," kata Direktur eksekutif SMRC Djayadi Hanan di kantornya, Jalan Cisadane, Jakarta Pusat, Selasa (5/7).

Beberapa lembaga survei pun pernah memasukkan nama TGB dalam daftar mereka. Namun elektabilitasnya di bawah Ketua Kogasma PD yang juga putra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Pertama adalah Survei KedaiKOPI pada 19-27 Maret 2018 yang merilis TGB punya elektabilitas 6,2 persen sebagai cawapres. Namun, posisinya masih di bawah Gatot Nurmantyo, Agus Harimurti Yudhoyono dan Anies Baswedan. Sedangkan lembaga survei PolcoMM Institute dalam survei pada 18-21 Maret 2018 menunjukkan elektabilitas TGB sebagai capres sebesar 2 persen.